BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumor
ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam
setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan
berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff,
kamus Keperawatan, 1997).
Tumor
otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono,
MA, Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000).
Tumor
susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan
frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di
Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut
Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit
neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor
susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak
terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65
tahun.
Penderita
tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan
(39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85
persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita
(74,1 persen) yang dioperasi penulis dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan
operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase
(sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan
tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla
spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari
hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai
adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor
dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
Tumor
disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan
DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya
dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah
proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom,
kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang
menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Komplikasi
tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur.
Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior
sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau
terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah keterkaitan
perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh
negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif,
gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
Tumor otak
termasuk penyakit yang sulit terdiagnosa secara dini. Secara klinis sukar
membedakan antara tumor otak yang benigna atau yang maligna, karena gejala yang
timbul ditentukan pula oleh lokasi tumor, kecepatan tumbuhnya, kecepatan
terjadi tekanan tinggi intrakranial dan efek masa tumor ke jaringan otak.
Dipikirkan menderita tumor otak bila didapat adanya gangguan cerebral umum yang
bersifat progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala
sindrom otak yang spesifik Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini CT Scan
berperan dalam diagnosa tumor otak, sedang diagnosa pasti tumor otak benigna
atau maligna dengan pemeriksaan patologi-anatomi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana
terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
umum
Menjelaskan
terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak.
Tujuan
khusus
1.
Mengidentifikasi definisi dari tumor
otak.
2.
Mengidentifikasi etiologi dari tumor
otak.
3.
Mengidentifikasi patofisiologi dari
tumor otak.
4.
Mengidentifikasi manifestasi klinis dari
tumor otak.
5.
Mengidentifikasi komplikasi dari tumor
otak.
6.
Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang
dari tumor otak.
7.
Mengidentifikasi penatalaksanaan dari
tumor otak.
8.
Mengidentifikasi prognosa dari tumor
otak.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi
mahasiswa
Dengan
adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan
keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya
dalam proses keperawatan.
Bagi
institusi
Dapat
dijadikan sebagai referensi perpustakaan.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Otak
Otak terletak di dalam rongga
kranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya
memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal, yang disebut otak depan,
otak tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak (hemisperium cerebri), korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak
tengah (diencepalon). Otak belakang, tersusun atas pons varolii, medulla
oblongata, serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang inilah yang disebut
dengan batang otak.
Serebrum
mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak. Yang masing-masing disebut fosa
kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri dari dua belahan
(hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi
putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu
dipisahkan oleh celah yang dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya
melalui korpus kolosum, yaitu massa substansia putih yang terdiri dari serabut
saraf. Disebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansia kelabu
atau ganglia basalis.
Fisura-fisura
dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortex serebri
bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas
permukaan substansia kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu
disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis
dan lateralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa
daerah atau ”lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya,
seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Kortex serebri
terdiri dari banyak lapisan sel saraf yang adalah substansi kelabu serebrum.
Kortex serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang
tidak teratur dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri,
persis sama seperti melihat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujungnya yang sebenarnya. Substansia putih terletak agak lebih dalam dan
terdiri atas serabut saraf milik sel-sel pada kortex.
Sebagaimana
telah diuraikan di depan, beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut
ganglia atau nuklei basalis, terbenam dalam massa sunstansi putih pada setiap
hemisfer otak. Dua dari antaranya adalah nukleus kaudatus dan nukleus
lentiformis, dan keduanya bersama membentuk korpus striatum. Struktur lain
berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang lain, yaitu talamus yang
terletak di tengah- tengah struktur itu.
Kapsula interna
terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang menyambung
kortex serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat
melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu sama
lain dengan eratnya. Trombosis arteri yang melayani kapsula interna, dapat
menimbulkan kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia). Kerusakan
serebrovaskuler seperti itu disebut ”stroke”.
Batang Otak
terdiri dari otak tengah (midbrain), pons varolli, dan medulla oblongata.
Otak Tengah
merupakan bagian atas batang otak. Aqueductus serebri yang menghubungkan
ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah
mengandung pusat-pusat yang megendalikan keseimbangan dan geraka-gerakan mata.
Pons varoli
merupakan bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki jalur lintas naik
dan turun seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut
yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebellum dan
menghubungkan serebellum dengan kortex serebri.
Medulla
oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons dengan
sumsum tulang belakang. Medulla oblongata terletak dalam frosa kranilis
posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di bawah foramen
magnum tulang oksipital.
Serebelum
adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa kranilis
posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura
mater yang memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum
adalah untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan
sangat penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut
kortiko spinal yang melintas dari kortex serebri ke sumsum tulang belakang
mengalami penyilangan dan dengan demikian mengendalikan gerakan sisi yang lain
dari tubuh, maka hemisfer serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada
sisinya sendiri.
Aliran darah yang menuju otak
berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri
vertebralis. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak
belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang
juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi. Dengan
demikian terjadilah jalinan kolateral yang cukup besar pada arteri- arteri
besar yang mengurus jaringan otak. Adanya kolateral yang besar ini, maka pada
orang muda kedua arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa menimbulkan efek
yang merugikan fungsi serebral. Sedangkan pada orang tua, arteri besar pada
dasar otak sering mengalami sklerosis dan menyumbat arteri karotis, sehingga
penyediaan darah ke otak berkurang sedemikian rupa sampai terjadi gangguan
fungsi serebral.
Terdapat beberapa hal yang mengatur
aliran darah otak, yakni
- Pengaturan metabolisme
Bila metabolisme neuronal meningkat,
produk CO2 akan meningkat, sedangkan pH ekstra seluler akan menurun
sehingga terjadi vasodilatasi serebral yang menyebabkan peningkatan aliran
darah.
- Autoregulasi serebral
Pengaturan ini merupakan kapasitas
bawaan pembuluh darah untuk mempertahankan aliran darah otak. Pembuluh darah
otak menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa, sehingga
aliran darah menetap, walaupun tekanan perfusi berubah. Pengaturan diameter
lumen ini di sebut autoregulasi. Walaupun teori ini cukup menarik, tetapi
terdapat bukti-bukti yang menunjukkan pengaruh faktor neurogenik pada
autoregulasi ini.
- Pengaturan neurogenik
Peran faktor neurogenik telah
dibuktikan yakni berupa pengawasan susunan saraf otonom yang terletak di batang
otak dan diensefalon, serta inervasi alfa dan beta adrenergik dan kolinergik.
Adrenergik alfa bersifat vasokonstriktif, sedangkan adrenergik beta dan
kolinergik mengakibatkan vasodilatasi. Peningkatan aliran darah hemisferik
dapat disebabkan oleh perangsangan formasio retikularis. Agaknya hal ini
diakibatkan oleh peran faktor neurogenik dan akibat meningkatnya metabolisme
otak.
2.1.1 Autoregulasi Serebral
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga
kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak.
Tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg
dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak
(sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah
(sekitar 10%). Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak
yang berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka
TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi
dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah
satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan
menimbulkan perubahan TIK. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara
lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral
berkonstriksi menurunkan aliran darah otak.
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral
perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi
sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk
metabolisme otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata
dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal
berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus
kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas
100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg,
aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak
dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi
serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP.
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ
mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan
tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui
pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter
pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan
gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah
seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga
juga meningkatkan tekanan TIK.
2.2 Definisi
Tumor
otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik
jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A.
Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala
(intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma
pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru,
payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer.
SA,2002).
Tekanan
intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan
serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra
kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak,
keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab
volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan
serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah
intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter.
Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika
otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka
mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang
mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta
kematian.
2.3
Klasifikasi
Tumor
otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Berdasarkan jenis tumor
a.
Jinak : acoustic neuroma, meningioma,
pituitary adenoma, astrocytoma ( grade I ).
b.
Malignant : astrocytoma ( grade 2,3,4 ),
oligodendroglioma, apendymoma.
b.
Berdasarkan lokasi
a.
Tumor intradural
·
Ekstramedular : cleurofibroma,
meningioma
·
Intramedular : apendymoma, astrocytoma,
oligodendroglioma, hemangioblastoma
b.
Tumor ekstradural
Merupakan
metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-paru,
ginjal dan lambung.
2.4 Etiologi
Penyebab
tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a.
Herediter
Riwayat
tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang
jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b.
sisa-sisa sel embrional ( Embrionic Cell
Rest )
Bangunan-bangunan
embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan
fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
c.
Radiasi
Jaringan
dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d.
Virus
Banyak
penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus
dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e.
Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan
tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan
2.5 Patofisiologi
Tumor
otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor
otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan
oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan
fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi
atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan
suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan
nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan
kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi
invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk
kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan
neurologist fokal.
Peningkatan
tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan
sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa
tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan
oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan
serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan
hidrosefalus.
Peningkatan
tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan
waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila
tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme
kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume
cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel
parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau
serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga.
Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan
fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah
bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan
gangguan pernafasan.
2.6
Manifestasi
Klinis
Menurut lokasi tumor :
1.
Lobus frontalis
Gangguan
mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh,
sulit memberi argumentasi / menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia dan
gangguan bicara.
2.
Kortek presentalis posterior
Kelemahan
/ kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3.
Lobus parasentralis
Kelemahan
pada ekstremitas bawah.
4.
Lobus oksipital
Kejang,
gangguan penglihatan.
5.
Lobus temporalis
Tinitus,
halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
6.
Lobus parietalis
Hilang
fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan.
7.
Cerebulum
Papil oedema,
nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas sendi.
Tanda dan gejala umum :
1.
Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin
tambah bila batuk, dan membungkuk.
2.
Kejang
3.
Tanda-tanda peningkatan tekanan intra
kranial : pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran,
perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4.
Perubahan kepribadian
5.
Gangguan memori
6.
Gangguan alam perasa
Trias klasik :
1.
Nyeri kepala
2.
Papil oedema
3.
Muntah
2.7 Komplikasi
Adapun
komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah
:
a.
Gangguan fisik neurologist
b.
Gangguan kognitif
c.
Gangguan tidur dan mood
d.
Disfungsi seksual
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Arterigrafi
atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel
dan cisterna.
b. CT
– SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram
; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan
klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram
(EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram
; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik
otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
2.9 Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
·
Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya
merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi
tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri
karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian
obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah. Efek samping :
lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang
penyakit.
d. Manipulasi
hormonal.
Biasanya
dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
2.10
Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan tumor
intra cranial tergantung pada diagnosa awal dan penanganannya, sebab
pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan menyebabkan kerusakan serta
kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor adalah jinak, dapat juga
menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
BAB
3
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Seorang
laki-laki usia 55 tahun datang ke RS karena penurunan kesadaran sejak 1 hari
sebelumnya. Penurunan kesadaran disertai dengan kejang pada seluruh tubuh
setelah mengedan. Sisi tubuh sebelah kiri juga lebih lemah dari kanan dan bicara
menjadi pelo. Sejak 3 bulan sebelumnya pasien sudah sering sakit kepala. Pasien
adalah seorang perokok berat.
Pada
pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan GCS: E2M5V2=9, pupil bulat isokor,
refleks cahaya langsung dan tak langsung baik. Didapatkan paresis N. fasialis
dan Hipoglosus dextra sentral dan hemiparesis dextra. Reflek fisiologis
meningkat untuk keempat ekstremitas, sedangkan tanda babinski didapatkan pada
sisi kanan. Satu hari perawatan kesadaran pasien mulai membaik.
Pemeriksaan
CT Scan kepala didapatkan lesi multipel isodens inhomogen dengan edema
disekitarnya pada lobus frontasli kanan dan kiri disertai dengan herniasi
subfalcin. Kesan suatu lesi metastasis. Hasil pemeriksaan MRI kepala, lesi
multipel lobus parietal kanan dan kiri serta frontal kiri, kesan: lesi
metastasis. Pada CT Thoraks ditemukan massa di paru kanan maligna dengan
pembesaran KGB mediastinum. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi sputum
diperoleh hasil sel atipik mencurigakan keganasan. Sedangkan hasil sitologi cairan
bronkus: non small cell carcinoma condong kepada adenocarcinoma berdeferensiasi
buruk.
Selanjutnya
dilakukan kemoterapi menggunakan Doxcetaxel 120 mg dan Cisplatin 120 mg
sebanyak 5 siklus dikombinasi dengan whole brain radioterapi.
Pasca
kemoterapi dilakukan MRI ulang, didapatkan hasil lesi metastasis di frontal
menjadi lebih kecil, di parietal lebih samar dan perifokal edema menghilang.
3.2
Pengkajian
a. Identitas
:
b. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien tidak sadar selama 1 hari, salah satu
ekstremitas menjadi lemah, bicaranya menjadi pelo.
c. Riwayat
Penyakit Dahulu :
pasien sering merasa pusing dalam 3 bulan terakhir, pasien suka merokok.
d. Pemeriksaan
Fisik :
1. Breathing : -
2. Bleeding
: -
3. Brain
: terdapat lesi
multiple, terdapat edema disekitar lobus frontalis kanan dan kiri disertai
dengan herniasi subfalcin, penurunan kesadaran.
4. Bowel
: -
5. Bladder
: -
6. Bone
: adanya reflek
babinsky pada ekstremitas kanan.
3.3
Diagnosa
Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
b. Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
makanan.
c. Deprivasi
tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
d. Ansietas
berhubungan kurangnya pengetahuan.
e. Resiko
infeksi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi.
f. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
g. Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kesulitan bicara.
h. Harga
diri rendah berhubungan dengan kesulitan bicara.
3.4 Intervensi
No.Dx
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Mengurangi nyeri
|
Setelah diberikan intervensi selama ....x24 jam maka pasien :
1.
Menunjukkan tehnik relaksasi secara
individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
2.
Mengenali faktor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
|
Mandiri
1.
Monitoring TTV pasien
2.
Minta
pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0-10.
3.
Pemberian analgesik
Pendidikan
pasien dan keluarga
1.
Instruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai.
2.
Berikan informasi tentang nyeri.
Ajarkan menggunakan tehnik
non farmakologi.
Kolaborasi
1.
laporkan kepada dokter jika tindakan
tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yaang tidak
bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu.
|
1.
Nyeri mempengaruhi perubahan
TTV
2.
Skala menetukan dosis
pemberian analgesik
3.
Penatalaksanaan medis
dilakukan jika non medis gagal.
Pendidikan
1.
Perawat dapat memberikan
penatalaksanaan yang lebih tepat atau dengan modifikasi pengobatan
2.
Pasien lebih rileks dan
mengurangi antisietas.
Kolaborasi
Penatalaksanaan yang tepat dibutuhkan untuk proses penyembuhan
pasien.
|
2.
|
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara maksimal
|
Setelah dilakukan intervensi selama ....x24 jam pasien akan :
|
Mandiri
1.
Monitoring pemenuhan nutrisi
tubuh.
2.
Monitoring porsi makan pasien
habis atau tidak
Pendidikan
pasien dan keluarga
1.
Beritahu pasien dan keluarga
tentang pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan.
2.
Beritahu pasien dan keluarga
diet yang baik.
Kolaborasi
1.
Diskusikan dengan ahli gizi
tentang diet pada pasien dengan gastritis
2.
Diskusikan dengan dokter
tentag penalaksanaan yang tepat
|
1.
Nutrisi penting untuk proses
penyembuhan
2.
Jika porsi tidak habis cari
tahu penyebabnya dan modifikasi dengan ahli gizi
Pendidikan
1.
Motivasi pasien untuk
pemulihan
2.
Pasien gastritis sangat
rentan dengan makanan pedas dan asam.
Kolaborasi
1.
Penggunaan metode diet tiap
pasien berbeda, perlu kolaborasi dengan ahli gizi
2.
Penatalaksanaan yang tepat
memberikan respon pemulihan yang cepat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar