Rabu, 03 Oktober 2012

Asuhan Keperawatan Tumor Otak


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA, Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000).
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65 tahun.
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun (31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1 persen) yang dioperasi penulis dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26 persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Komplikasi tumor otak yang paling ditakuti selain kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak. Pengaruh negatif tumor otak adalah gangguan fisik neurologist, gangguan kognitif, gangguan tidur dan mood, disfungsi seksual serta fatique.
Tumor otak termasuk penyakit yang sulit terdiagnosa secara dini. Secara klinis sukar membedakan antara tumor otak yang benigna atau yang maligna, karena gejala yang timbul ditentukan pula oleh lokasi tumor, kecepatan tumbuhnya, kecepatan terjadi tekanan tinggi intrakranial dan efek masa tumor ke jaringan otak. Dipikirkan menderita tumor otak bila didapat adanya gangguan cerebral umum yang bersifat progresif, adanya gejala tekanan tinggi intrakranial dan adanya gejala sindrom otak yang spesifik Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini CT Scan berperan dalam diagnosa tumor otak, sedang diagnosa pasti tumor otak benigna atau maligna dengan pemeriksaan patologi-anatomi.

1.2    Rumusan Masalah
Bagaimana terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak ?

1.3    Tujuan Penulisan
Tujuan umum
Menjelaskan terapi dan penatalaksanaan pasien dengan tumor otak.
Tujuan khusus
1.      Mengidentifikasi definisi dari tumor otak.
2.      Mengidentifikasi etiologi dari tumor otak.
3.      Mengidentifikasi patofisiologi dari tumor otak.
4.      Mengidentifikasi manifestasi klinis dari tumor otak.
5.      Mengidentifikasi komplikasi dari tumor otak.
6.      Mengidentifikasi pemeriksaan penunjang dari tumor otak.
7.      Mengidentifikasi penatalaksanaan dari tumor otak.
8.      Mengidentifikasi prognosa dari tumor otak.

1.4    Manfaat Penulisan
Bagi mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
Bagi institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi perpustakaan.
















BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1  Anatomi Fisiologi Otak
Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal, yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi belahan otak (hemisperium cerebri), korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak tengah (diencepalon). Otak belakang, tersusun atas pons varolii, medulla oblongata, serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang inilah yang disebut dengan batang otak.
Serebrum mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak. Yang masing-masing disebut fosa kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri dari dua belahan (hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu dipisahkan oleh celah yang dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya melalui korpus kolosum, yaitu massa substansia putih yang terdiri dari serabut saraf. Disebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansia kelabu atau ganglia basalis.
Fisura-fisura dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortex serebri bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas permukaan substansia kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis dan lateralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa daerah atau ”lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya, seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Kortex serebri terdiri dari banyak lapisan sel saraf yang adalah substansi kelabu serebrum. Kortex serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak teratur dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis sama seperti melihat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai titik ujungnya yang sebenarnya. Substansia putih terletak agak lebih dalam dan terdiri atas serabut saraf milik sel-sel pada kortex.
Sebagaimana telah diuraikan di depan, beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut ganglia atau nuklei basalis, terbenam dalam massa sunstansi putih pada setiap hemisfer otak. Dua dari antaranya adalah nukleus kaudatus dan nukleus lentiformis, dan keduanya bersama membentuk korpus striatum. Struktur lain berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang lain, yaitu talamus yang terletak di tengah- tengah struktur itu.
Kapsula interna terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang menyambung kortex serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu sama lain dengan eratnya. Trombosis arteri yang melayani kapsula interna, dapat menimbulkan kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia). Kerusakan serebrovaskuler seperti itu disebut ”stroke”.
Batang Otak terdiri dari otak tengah (midbrain), pons varolli, dan medulla oblongata.
Otak Tengah merupakan bagian atas batang otak. Aqueductus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah mengandung pusat-pusat yang megendalikan keseimbangan dan geraka-gerakan mata.
Pons varoli merupakan bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebellum dan menghubungkan serebellum dengan kortex serebri.
Medulla oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons dengan sumsum tulang belakang. Medulla oblongata terletak dalam frosa kranilis posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di bawah foramen magnum tulang oksipital.
Serebelum adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa kranilis posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura mater yang memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum adalah untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan sangat penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut kortiko spinal yang melintas dari kortex serebri ke sumsum tulang belakang mengalami penyilangan dan dengan demikian mengendalikan gerakan sisi yang lain dari tubuh, maka hemisfer serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada sisinya sendiri.
Aliran darah yang menuju otak berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri vertebralis. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi. Dengan demikian terjadilah jalinan kolateral yang cukup besar pada arteri- arteri besar yang mengurus jaringan otak. Adanya kolateral yang besar ini, maka pada orang muda kedua arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa menimbulkan efek yang merugikan fungsi serebral. Sedangkan pada orang tua, arteri besar pada dasar otak sering mengalami sklerosis dan menyumbat arteri karotis, sehingga penyediaan darah ke otak berkurang sedemikian rupa sampai terjadi gangguan fungsi serebral.
Terdapat beberapa hal yang mengatur aliran darah otak, yakni
  1. Pengaturan metabolisme
Bila metabolisme neuronal meningkat, produk CO2 akan meningkat, sedangkan pH ekstra seluler akan menurun sehingga terjadi vasodilatasi serebral yang menyebabkan peningkatan aliran darah.
  1. Autoregulasi serebral
Pengaturan ini merupakan kapasitas bawaan pembuluh darah untuk mempertahankan aliran darah otak. Pembuluh darah otak menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa, sehingga aliran darah menetap, walaupun tekanan perfusi berubah. Pengaturan diameter lumen ini di sebut autoregulasi. Walaupun teori ini cukup menarik, tetapi terdapat bukti-bukti yang menunjukkan pengaruh faktor neurogenik pada autoregulasi ini.
  1. Pengaturan neurogenik
Peran faktor neurogenik telah dibuktikan yakni berupa pengawasan susunan saraf otonom yang terletak di batang otak dan diensefalon, serta inervasi alfa dan beta adrenergik dan kolinergik. Adrenergik alfa bersifat vasokonstriktif, sedangkan adrenergik beta dan kolinergik mengakibatkan vasodilatasi. Peningkatan aliran darah hemisferik dapat disebabkan oleh perangsangan formasio retikularis. Agaknya hal ini diakibatkan oleh peran faktor neurogenik dan akibat meningkatnya metabolisme otak.
2.1.1 Autoregulasi Serebral
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%). Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak.
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP.
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan TIK.
2.2  Definisi
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
2.3 Klasifikasi
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.    Berdasarkan jenis tumor
a.       Jinak : acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma ( grade I ).
b.      Malignant : astrocytoma ( grade 2,3,4 ), oligodendroglioma, apendymoma.
b.    Berdasarkan lokasi
a.       Tumor intradural
·         Ekstramedular : cleurofibroma, meningioma
·         Intramedular : apendymoma, astrocytoma, oligodendroglioma, hemangioblastoma
b.      Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
2.4  Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a.       Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b.      sisa-sisa sel embrional ( Embrionic Cell Rest )
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
c.       Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d.      Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e.       Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan

2.5  Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
2.6    Manifestasi Klinis
Menurut lokasi tumor :
1.      Lobus frontalis
Gangguan mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh, sulit memberi argumentasi / menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia dan gangguan bicara.
2.      Kortek presentalis posterior
Kelemahan / kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3.      Lobus parasentralis
Kelemahan pada ekstremitas bawah.
4.      Lobus oksipital
Kejang, gangguan penglihatan.
5.      Lobus temporalis
Tinitus, halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
6.      Lobus parietalis
Hilang fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan penglihatan.
7.      Cerebulum
Papil oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas sendi.
Tanda dan gejala umum :
1.      Nyeri kepala berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk, dan membungkuk.
2.      Kejang
3.      Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial : pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4.      Perubahan kepribadian
5.      Gangguan memori
6.      Gangguan alam perasa
Trias klasik :
1.      Nyeri kepala
2.      Papil oedema
3.      Muntah
2.7  Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a.       Gangguan fisik neurologist
b.      Gangguan kognitif
c.       Gangguan tidur dan mood
d.      Disfungsi seksual
2.8  Pemeriksaan Penunjang
a.       Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b.      CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c.       Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d.      Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e.       Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f.       Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
2.9  Penatalaksanaan
a.       Pembedahan.
·         Craniotomi
b.      Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c.       Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah. Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d.      Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
2.10        Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan tumor intra cranial tergantung pada diagnosa awal dan penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1    Contoh Kasus
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke RS karena penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelumnya. Penurunan kesadaran disertai dengan kejang pada seluruh tubuh setelah mengedan. Sisi tubuh sebelah kiri juga lebih lemah dari kanan dan bicara menjadi pelo. Sejak 3 bulan sebelumnya pasien sudah sering sakit kepala. Pasien adalah seorang perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan GCS: E2M5V2=9, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tak langsung baik. Didapatkan paresis N. fasialis dan Hipoglosus dextra sentral dan hemiparesis dextra. Reflek fisiologis meningkat untuk keempat ekstremitas, sedangkan tanda babinski didapatkan pada sisi kanan. Satu hari perawatan kesadaran pasien mulai membaik.
Pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan lesi multipel isodens inhomogen dengan edema disekitarnya pada lobus frontasli kanan dan kiri disertai dengan herniasi subfalcin. Kesan suatu lesi metastasis. Hasil pemeriksaan MRI kepala, lesi multipel lobus parietal kanan dan kiri serta frontal kiri, kesan: lesi metastasis. Pada CT Thoraks ditemukan massa di paru kanan maligna dengan pembesaran KGB mediastinum. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi sputum diperoleh hasil sel atipik mencurigakan keganasan. Sedangkan hasil sitologi cairan bronkus: non small cell carcinoma condong kepada adenocarcinoma berdeferensiasi buruk.
Selanjutnya dilakukan kemoterapi menggunakan Doxcetaxel 120 mg dan Cisplatin 120 mg sebanyak 5 siklus dikombinasi dengan whole brain radioterapi.
Pasca kemoterapi dilakukan MRI ulang, didapatkan hasil lesi metastasis di frontal menjadi lebih kecil, di parietal lebih samar dan perifokal edema menghilang.


3.2    Pengkajian
a.       Identitas                                                :
b.      Riwayat  Penyakit Sekarang                 : pasien tidak sadar selama 1 hari, salah satu ekstremitas menjadi lemah, bicaranya menjadi pelo.
c.       Riwayat Penyakit Dahulu                     : pasien sering merasa pusing dalam 3 bulan terakhir, pasien suka merokok.
d.      Pemeriksaan Fisik                                  :
1.      Breathing      : -
2.      Bleeding                   : -
3.      Brain                         : terdapat lesi multiple, terdapat edema disekitar lobus frontalis kanan dan kiri disertai dengan herniasi subfalcin, penurunan kesadaran.
4.      Bowel                       : -
5.      Bladder                     : -
6.      Bone                         : adanya reflek babinsky pada ekstremitas kanan.

3.3    Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan.
c.       Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
d.      Ansietas berhubungan kurangnya pengetahuan.
e.       Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi.
f.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
g.      Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kesulitan bicara.
h.      Harga diri rendah berhubungan dengan kesulitan bicara.
3.4 Intervensi
No.Dx
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
1.
Mengurangi nyeri
Setelah diberikan intervensi selama ....x24 jam maka pasien :
1.    Menunjukkan tehnik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
2.    Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.

Mandiri
1.      Monitoring TTV pasien
2.      Minta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0-10.
3.      Pemberian analgesik


Pendidikan pasien dan keluarga
1.    Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai.
2.    Berikan informasi tentang nyeri.
Ajarkan menggunakan tehnik non farmakologi.
Kolaborasi
1.    laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yaang tidak bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu.



1.      Nyeri mempengaruhi perubahan TTV
2.      Skala menetukan dosis pemberian analgesik
3.      Penatalaksanaan medis dilakukan jika non medis gagal.
Pendidikan

1.      Perawat dapat memberikan penatalaksanaan yang lebih tepat atau dengan modifikasi pengobatan
2.      Pasien lebih rileks dan mengurangi antisietas.


Kolaborasi
Penatalaksanaan yang tepat dibutuhkan untuk proses penyembuhan pasien.
2.
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara maksimal
Setelah dilakukan intervensi selama ....x24 jam pasien akan :

Mandiri
1.      Monitoring pemenuhan nutrisi tubuh.
2.      Monitoring porsi makan pasien habis atau tidak




Pendidikan pasien dan keluarga
1.      Beritahu pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan.
2.      Beritahu pasien dan keluarga diet yang baik.
Kolaborasi
1.      Diskusikan dengan ahli gizi tentang diet pada pasien dengan gastritis
2.      Diskusikan dengan dokter tentag penalaksanaan yang tepat

1.      Nutrisi penting untuk proses penyembuhan
2.      Jika porsi tidak habis cari tahu penyebabnya dan modifikasi dengan ahli gizi
Pendidikan

1.      Motivasi pasien untuk pemulihan
2.      Pasien gastritis sangat rentan dengan makanan pedas dan asam.

Kolaborasi
1.      Penggunaan metode diet tiap pasien berbeda, perlu kolaborasi dengan ahli gizi
2.      Penatalaksanaan yang tepat memberikan respon pemulihan yang cepat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar