Rabu, 10 Oktober 2012

Bronkiolitis

1.      Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Pada Anak
       Sistem pernapasan merupakan salah satu sistem yang mempunyai peran penting karena seluruh sel tubuh yang hidup membutuhkan oksigen dan menghasilkan karbondioksida. Sistem pernapasan terdiri dari jalan napas, paru-paru, sirkulasi pernapasan dan dinding dada. Organ jalan napas terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronchi. Paru-paru terdiri dari kumpulan zona respirasi. Dinding dada terdiri dari tulang iga, vertebrata, dan sternum. Organ sirkulasi terdiri dari darah, pembuluh kapiler, dan sel. Sistem pernapasan dalam pertukaran gas dan melakukan fungsi lainnya.
a.       Pertukaran gas. Peran utama sistem ini adalah pertukaran gas dan mendistribusikannya hingga sampai di sel, sehingga sel-sel mendapatkan oksigen untuk metabolisme tubuh, sementara karbondioksida merupakan produk metabolisme yang menguap dan digerakkan keluar kembali dari sel menuju darah yang selanjutnya dilepaskan ke atmosfer. Sistem kardiovaskuler membantu mentransportasikan oksigen dari paru-paru ke dalam sel tubuh dan karbondioksida dari tubuh menuju ke paru-paru. Demikian sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler bekerja sama untuk mensuplai oksigen pada seluruh sel dan membuang karbondioksida dari dalam tubuh.
b.      Pengaturan pH darah. Sistem pernapasan mempengaruhi pH darah dengan mengubah kadar karbondioksida dalam darah.
c.       Produksi suara. Pergerakan air melalui pita suara menghasilkan bunyi dan memungkinkan berbicara.
d.      Penciuman. Sensasi bau terjadi ketika molekul masuk kedalam rongga hidung.
e.       Pertahanan. Sistem pernapasan dilengkapi pertahanan terhadap mikroorganisme dengan mencegah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkannya dari permukaan pernapasan.

2.        Bronkiolitis
2.1  Definisi
       Bronkiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus, terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insiden tertinggi sekitar 6 bulan (Kapita Selekta Kedokteran). Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus yang disebabkan oleh virus ( Suriadi dan Rita Yuliani, 2001 ). Bronkiolitis adalah suatu peradangan infeksi viral pada bronkiolus, disebabkan oleh obstruksi jalan adara yang akut dan penurunan pertukaran gas di alveoli ( Speer, 1999 ). Bronkiolitis akut adalah penyakit saluran pernapasan bayi yang lazim akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil ( Nelson, 1996 ). Bronkiolitis atau respirasi synictical virus ( RSV ) adalah suatu infeksi viral akut dengan pengaruh maksimum pada tingkat bronkiolar ( Astuti, Harwina W, 2010 ).

2.2  Etiologi
       Respiratory syncytial virus ( RSV ) pada 50% sampai 90% kasus. Selain itu, parainfluenza, mikroplasma, adenovirus. Sangat jarang infeksi primer bakteri ( Kapita Selekta Kedokteran ).
       Bronkiolitis muncul karena inflamasi obstruksi. RSV berisi seuntai DNA paramyxsovirus dan berhubungan dengan virus para influenza, ada 2 subkelompok mayor pada rangkaian tegangan : A ( lebih vurulen ) dan B. Anak-anak lebih berkembang bronkiolitis dan pneumonia dari RSV subkelompok infeksi A dari pada sekelompok infeksi selama penyakit mayor penyakit.
       Faktor resikonya lebih meningkat pada bayi dengan yang merokok, dan pada lingkungan anak yang kurang bersih ( Astuti, Harwina W, 2010 ).

2.3  Patofisiologi

 
2.4  Manifestasi Klinis
       Biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat disertai napas cepat dan dangkal. Terdapat dispneu dengan exspiratory effort, retraksi otot bantu napas, napas cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah, ekspirium memanjang atau mengi, juga obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi paru hipersonor.

2.5  Pemeriksaan Diagnostik
a.       Foto dada AP dan lateral : hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
b.      Analisis gas darah : hiperkardiak sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik atau respiratorik.
c.       Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.

2.6    Penatalaksanaan
a.    Oksigen 1 sampai 2 liter permenit.
b.    IVFD :
- neonatus : dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 4:1, + KCl 1-2 mEq / kg BB/ hari.
- bayi >1 bulan : dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 3:1, + KCl 10 mEq/ 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
c.    Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit.
d.   Antibiotik sebenarnya tidak diperlukan, tetapi karena sukar dibedakan dengan pneumonia interstitialis, antibiotik tetap diberikan.
·   Untuk kasus bronkiolitis comunity base :
-  Ampisilin 100 mg/ kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian.
-  Kloramfenikol 75 mg / kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian.
·   Untuk kasus bronkiolitis hospital base :
-  Cefotaximine 100 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian.
-  Amikasin 10-15 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian.
e.    Steroid : dexametasone 0,5 mg/ kg BB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kg BB/ hari dibagi 3-4 dosis.
f.     Inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosilier.

3.        Asuhan keperawatan Bronkiolitis


 3.1 Pengkajian
a.       Identitas diri pasien.
b.      Keluhan utama : keluhan utama pada klien bronkiolitis meliputi batuk kering dan produktif dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40o C dans esak nafas.
c.       Riwayat penyakit saat ini : riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkiolitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda terjadinya toksemia klien dengan bronkiolitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardia, takipnea. Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang di dapatkan terdiri atas batuk, ekspektorasi atau peningkatan produksi secret dan rasa sakit di bawah sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah atau biasa yang di minum klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan  untuk dipakai kembali.
d.      Riwayat penyakit terdahulu. Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali mengeluh pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat alergi pada pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatat baik-baik.
e.       Pengkajian psiko-sosio-spiritual. Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkiolitis di dapatkan klien sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stressor penting yang membuat klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi untuk pemenuhan informasi mengenai prognosis penyakit dari klien. Kaji keluhan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologi (nonmedicinal interventions) seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan allergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), system pendukung (support system), kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
f.       Pemeriksaan fisik
1.      Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh >40oC, frekuensi nfas meningkat dari frekuensi nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada masalah dengan tekanan darah.
B1 (Breathing)
Inspeksi.
Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan , biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
Palpasi
  Taktil prenitus biasanya normal.
Perkusi
Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi
Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya baik di tambah dengan adanay konsulidasi di sekitar abses , maka akan terdengar suara nafas bronchial dan ronkhi basah.


B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak di dapatkan berarti tidak mengalami pergeseran.
B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius.
B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal dari syok.
B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari hari.

3.2  Diagnosa Keperawatan
a.       Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret.
b.      Inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan perfusi.
c.       Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan ventilasi.
d.      Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
e.       Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilolangan cairan aktif.
f.       Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan kemampuan pemenuhan KDM.
g.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
h.      Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
i.        Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
j.        Nyeri berhubungan dengan proses terjadinya penyakit.
k.      Harga diri rendah berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain.

3.3 Intervensi
Dx 1 : inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
Tujuan  : jalan napas terbebas dari sekret.
Kriteria hasil         : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam  jalan napas anak akan lancar yang ditandai dengan mampu bernafas mudah, dan warna kulit merah muda.

Intervensi
Rasional
1.      Beri lingkungan berkelembapan tinggi dengan meletakkan  anak dalam mist temt( tenda lembab ) atau alat umudifikasi yang dingin.
1.      Kelembapan dingin dari tenda lembab atau croupette membantu mengencerkan lendir, dan mengurangi edema bronkhiolus
2.      Beri oksigen melalui sungkup muka, kanula hidung, atau tenda oksigan, sesuai petunjuk.
2.      Oksigen membantu mengurangi kegelisahan karena kesukaran pernafasan dan hipoksia
3.      Posisiskan anak dengan kepala dan dada lebih tinggi, leher agak ektensi.
3.      Posisi ini mempertahankan terbukanya jalan nafas dan memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma.
4.      Lakukan fisoterapi dada setiap 4 jam atau sesuai petunjuk.
4.      Fisiotherapi dada membantu menghilangjkan dan mengeluarkan mucus yang dapat menghambat jalan nafas kecil.
5.      Beri bronkodilator sesuai petunjuk.
5.      Walaupun umumnya digunakan untuk menanggulangi spasme otot, bronkodilator efektif mengobati edema bronkiolus.
6.      Lakukan pengisapan lendir sesuai kebutuhan, yang bertujuan mengeluarkan secret.
6.      Mengeluarkan lendir akan membantu membersihkan bronkiolus sehingga meningkatkan pertukaran gas
7.      Beri obat antivirus sesuai petunjuk.
7.      Obat anti-virus, seperti respiratory syncytial virus immune globulin (respigam) digunakan untuk mengobati RSV, ribavirin ( virazole), juga digunakan walaupun kemanjurannya diragukan.
8.      Beri istirahat yang adekuat dengan cara mengurangi kegaduhan dan pencahayaan, serta beri kehangatan dan kenyamanan.
8.      Memfasilitasi istirahat yang cukup akan mengurangi kesukaran pernafasan yang disebabkan oleh bronkiolitis.
9.      Kaji frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak mengalami gangguan pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan fisiotherapi dada, serta informasikan kepada ahli terapi pernafasan.
9.      Pengkajian yang sering menjamin fungsi pernafasan yang adekuat.
10.  Pantau denyut apical anak ; jika anda mendeteksi adanya takikardia (berdasarkan pada usia anak ), segera beri tahu dokter.
10.  Takikardia dapat disebabkan oleh hipoksia atau efek penggunaan bronkodilator.

Dx 2 : Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan melalui ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
Tujuan  : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam anak akan mempertahankan keseimbangan cairan yang di tandai dengan haluaran urin 1-2 mL/kg/jam serta turgor kulit baik.


Intervensi
Rasional
1.      Beri cairan I.V, sesuai petunjuk.
1.      Cairan via I.V. digunakan untuk tujuan hidrasi sampai krisis teratasi.
2.      Yakinkan bahwa anak dapat beristirahat cukup.
2.      Istirahat memungkinkan frekuensi pernafasan anak kembali ke batas normal, dengan cara mengurangi jumlah kehilangan cairan melalui ekshalasi.
3.      Pantau asupan dan haluaran cairan pada anak dengan cermat.
3.      Melakukan pemantauan yang teliti menjamin hidrasi adekuat. Jika haluaran urine berkurang anak memerlukan penambahan caiaran.
4.      Kaji tanda – tanda dehidrasi, termasuk penurunan berat badan, pucat, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering, oliguria, dan peningkatan frekuensi nadi.
4.      Tanda – tanda ini menunjukkan bahwa anak tidak menerima cairan yang cukup.

5.      Tingkatkan asupan cairan melalui mulut, bila serangan akut telah reda.
5.      Cairan membantu mengencerkan lendir.

Dx 3  : Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan : Tidak terjadi hipertermia
Kriteria hasil  : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,80C. (nilai suhu tubuh spesifik bergantung pada metode yang digunakan untuk mengukurnya.

Intervensi
Rasional
1.      Pertahankan lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal, serta pertahankan suhu ruangan antara 22dan 24o C.
1.      Lingkungan yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi.

2.      Beri antipiretik sesuai petunjuk.
2.      Antipiretik seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam.
3.      Pantau suhu tubuh anak setiap 1 - 2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba – tiba.
3.      Peningkatan suhu secara tiba – tiba akan mengakibatkan kejang.
4.      Beri antimikroba, jika disarankan.
4.      Antimikroba mungkin disarankan untuk mengobati organisme penyebab. Antibiotik biasanya tidak disarankan untuk mengobati RSV.
5.      Berikan kompres dengan suhu 37oC pada anak untuk menurunkan demam.
5.      Kompres air hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi.


Daftar Pustaka
·         Staf pengajar ilmu kesehatan anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Infomedika:Jakarta
·         Hidayat,A.Aziz Alimul.2011.Pengantar Ilmu Kesehatan Anak.Salemba Medika:Jakarta
·         Kapita Selekta Kedokteran
·         Astuti, H Widya, Rahmat A Saeful.2010.Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Trans Infi Media:Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar