1.
Anatomi
Fisiologi Sistem Pernapasan Pada Anak
Sistem pernapasan
merupakan salah satu sistem yang mempunyai peran penting karena seluruh sel
tubuh yang hidup membutuhkan oksigen dan menghasilkan karbondioksida. Sistem
pernapasan terdiri dari jalan napas, paru-paru, sirkulasi pernapasan dan
dinding dada. Organ jalan napas terdiri dari hidung, faring, laring, trakea,
bronchi. Paru-paru terdiri dari kumpulan zona respirasi. Dinding dada terdiri
dari tulang iga, vertebrata, dan sternum. Organ sirkulasi terdiri dari darah,
pembuluh kapiler, dan sel. Sistem pernapasan dalam pertukaran gas dan melakukan
fungsi lainnya.
a. Pertukaran
gas. Peran utama sistem ini adalah pertukaran gas dan mendistribusikannya
hingga sampai di sel, sehingga sel-sel mendapatkan oksigen untuk metabolisme
tubuh, sementara karbondioksida merupakan produk metabolisme yang menguap dan
digerakkan keluar kembali dari sel menuju darah yang selanjutnya dilepaskan ke
atmosfer. Sistem kardiovaskuler membantu mentransportasikan oksigen dari paru-paru
ke dalam sel tubuh dan karbondioksida dari tubuh menuju ke paru-paru. Demikian
sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler bekerja sama untuk mensuplai
oksigen pada seluruh sel dan membuang karbondioksida dari dalam tubuh.
b. Pengaturan
pH darah. Sistem pernapasan mempengaruhi pH darah dengan mengubah kadar
karbondioksida dalam darah.
c. Produksi
suara. Pergerakan air melalui pita suara menghasilkan bunyi dan memungkinkan
berbicara.
d. Penciuman.
Sensasi bau terjadi ketika molekul masuk kedalam rongga hidung.
e. Pertahanan.
Sistem pernapasan dilengkapi pertahanan terhadap mikroorganisme dengan mencegah
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh dan mengeluarkannya dari permukaan
pernapasan.
2.
Bronkitis
2.1 Definisi
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus
yang berasal dari hidung dan tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit
yang berawal pada trakea, yang menghubungkan saluran pernapasan atas, hidung,
tenggorokan, dan sinus ke paru ( A.Aziz Alimul Hidayat, 2011 ).
Bronkitis pada anak merupakan bagian
dari banyak penyakit pernapasan lainnya. Namun bronkitis dapat juga merupakan
penyakit tersendiri.
Sebagai penyakit tersendiri bronkitis
merupakan topik yang masih diliputi kontroversi dan ketidakjelasan di antara
para klinikus dan penyelidik. Bronkitis sering merupakan diagnosis yang
ditegakkan, baik di negeri barat maupun di Indonesi ( Taussig, 1982 ; Raharjoe,
1984 ) , walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama. Bahkan
Stern ( 1983 ) meragukan adanya
bronkitis kronik pada anak sebagai penyakit tersendiri. Kesimpang siuran
definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya konsensus mengenai hal
ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil penyelidikan mengenai
hal ini masih sangat kurang.
Bronkitis akut pada anak yang biasanya
bersamaan juga dengn trakeitis merupakan penyakit infeksi saluran napas akut (
ISNA ) bawah yang sering dijumpai dan penyebabnya terutama virus. Batuk
merupakan gejala yang menonjol dan karena batuk berhubungan dengan ISNA atas
menunjukkan bahwa peradangan tersebut meliputi juga laring, trakea dan bronkus
( Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985 ).
2.2 Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering.
Sebagai contoh misalnya Rinovirus, Respiratory
Sincytial Virus RSV ), virus
influenza, virus para influenza, adenovirus dan coxsackie virus. Bronkitis akut
selalu terdapat pada anak yang menderita morbili, pertusis, dan infeksi
mycoplasma pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain
merupakan penyebab primer bronkitis akut pada anak. Di lingkungan sosial
ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.
Faktor predisposisi penyakit ini
biasanya adalah alergi, cuaca, polusi udara, infeksi saluran napas atas kronik
dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut ( Staf pengajar ilmu kesehatan anak,
1985 ).
2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
Biasanya dimulai dengan tanda-tanda ISNA
atas oleh virus. Batuk mula-mula kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai
berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir. Dahak yang mukoid kental sering
tidak kelihatan karena tertelan. Dahak mungkin kental dan kuning tetapi ini
tidak berarti adanya infeksi bakteri sekunder. Anak mula-mula dapat tidak napas
dan kadang-kadang pada anak besar mengeluh rasa sakit retrosternal. Pada
beberapa hari pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan dada, tetapi kemudian
dapat timbul ronki basah kasar dan suara napas kasar.
Batuk biasanya hilang setelah satu atau
dua minggu. Bila setelah dua minggu batuk tetap ada mungkin terdapat kolaps
paru segmental atau terdapat infeksi paru sekunder. Mengi ( Wheezing) mungkin
saja terdapat pada penderita bronkitis. Mengi ini dapat murni merupakan tanda
bronkitis akut tetapi perlu diingat kemungkinan manifestasi asma pada anak
tersebut, lebih-lebih pada keadaan seperti ini terjadi berulang. Istilah
bronkitis asmatika dan asmatik bronkitis sebaiknya dihindarkan saja ( Staf
pengajar ilmu kesehatan anak, 1985 ).
Gejala bronkitis umumnya diawali dengan
batuk pilek, akan tetapi jia infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka
batuknya akan bertambah parah dan berubah sifatnya ( A.Aziz Alimul Hidayat,
2011).
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologis : pemeriksaan
foto posterio-anterior dilakukan untuk menilai derajad progresivitas penyakit
yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif manahun.
Pemeriksaan laboratorium : hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan adanya perubahan pada peningkatan eosinofil
(berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum diperksa secara makroskopis
untuk diagnosis banding dengan tuberkolusis paru.
2.6
Penatalaksanaan
Berhubung penyebab terutama virus maka
belum ada obat yang kausal. Antibiotika tidak ada gunanya. Obat panas, banyak
minum terutama air, buah-buahan sangat memadai. Obat penekan batuk tidak boleh
diberikan pada batuk yang banyak lendir. Mukolitik tidak lebih baik daripada
banyak minum.
Bila batuk tetap ada dan tidak ada
tanda-tanda perbaikan setelah dua minggu maka infeksi bakteri sekunder boleh
dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal sudah disingkirkan kemungkinan
asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah yang serasi untuk S.
Pneumoniae dan H. Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya
amoksisilin, ko-trimosaksol dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh
sampai sepulih hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan rontgen foto
thoraks untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lober, benda
asing dalam saluran nafas dan tuberkulosis.
Bila bronkitis akut terjadi berulang
kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan saluran nafas, benda asing,
bronkietaksis, defisiensi imunologis, hiperaktivitas bronkus, dan ISNA yang
belum teratasi ( Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985 ).
Penatalaksanaan keperawatan pada klien
bronkitis adalah sebagai berikut :
a. Mengencerkan
dan mengeluarkan sekret dengan cara minum banyak, pemberian uap ( nebulizer ),
dan pemberian obat jenis ekspektoran.
b. Pemberian
antibiotik dapat diberikan jika ada infeksi bakterial yang sering digunakan
adalah penisilin dan kloramfenikol/ampisilin atau eritromisin ( A.Aziz Alimul
Hidayat, 2011 ).
2.7 Prognosis
Bila tidak ada komplikasi, prognosis
umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan disertai merokok terus
menerus secara teratur cenderung menjadi bronkitis kronis pada waktu dewasa (
Staf pengajar ilmu kesehatan anak, 1985 ).
3.
Asuhan
Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien ( nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, diagnose medis, dll ).
b. Identitas
penanggung Jawab ( nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien ).
c. Keluhan utama : Sesak napas, batuk-batuk berdahak, dahak, sputum putih/mukoid.
d. Riwayat Penyakit Sekarang : berisi latar belakang penyakit (mulai dirasakan oleh
pasien), berkembang dan tindakan yang dilakukan dalam mengatasi penyakitnya.
e. Riwayat Penyakit Dahulu : kaji dan tanyakan pada pasien, apakah seorang perokok,
kaji riwayat penyakit pernapasan yang lainnya.
f. Riwayat Penyakit Keluarga : kaji apakah ada dalam anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan klien dan kaji apakah ada riwayat keluarga yang
terkena penyakit saluran pernapasan.
g. Pemeriksaan Fisik, meliputi :
1. Keadaan Umum : kaji keadaan umum pasien meliputi, tingkat kesadaran,
ekspresi wajah, dan posisi klien saat datang.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital : suhu meningkat, tekanan darah meningkat, respirasi meningkat.
3. Sistem Kardiovaskuler : peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, Bunyi
jantung redup.
4. Pemeriksaan Dada : bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal.
Terdengar Bunyi nafas ronchi. Perkusi
hyperresonan pada area paru. Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku,
abu – abu keseluruhan. Pada Auskultasi terdengar Ronchi +/+, kedua lapang paru,
Wizing kadang (+), kadang samar.
5. Pemeriksaan Abdomen
6. Pemeriksaan anggota gerak : bisa terdapat edema dependent. Warna kulit/membran mukosa normal/cyanosis. Pucat, dapat menunjukkan anemi. Turgor kulit buruk,
edema dependen, berkeringat.
7. Pola aktifitas sehari-hari dengan :
·
Aspek
biologi : mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk makan, penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
·
Aspek
Psiko : Ansietas, ketakutan, peka terhadap rangsangan.
·
Aspek
Sosio : Terjadi hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan
dari /
terhadap pasangan orang terdekat.
3.2
Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan akumulasi sekret.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan
dengan adanya sumbatan jalan napas.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan
penurunan perfusi ke jaringan.
d. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan
dengan evaporasi cairan berlebihan.
f. Nyeri berhubungan dengan proses terjadinya
penyakit.
g. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
adanya sumbatan di jalan napas.
h. Defisit perawatan diri berubungan dengan
penurunan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar manusia.
i.
Resiko
infeksi berhubungan dengan penurunan kemampuan merawat diri.
j.
Harga
diri rendah berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain.
3.3 Intervensi
Dx 1 :Ketidakefektifan
bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
Tujuan : jalan napas menjadi lancar.
Kriteria
hasil : Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam jalan napas anak akan bebas yang
ditandai dengan mampu bernafas mudah, dan warna kulit merah muda.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Beri
lingkungan berkelembapan tinggi dengan meletakkan anak dalam mist
temt( tenda lembab ) atau alat umudifikasi yang dingin.
|
1. Kelembapan
dingin dari tenda lembab atau croupette membantu mengencerkan lendir,
dan mengurangi edema bronkhiolus
|
2. Beri
oksigen melalui sungkup muka, kanula hidung, atau tenda oksigan, sesuai
petunjuk.
|
2. Oksigen
membantu mengurangi kegelisahan karena kesukaran pernafasan dan hipoksia
|
3. Posisiskan
anak dengan kepala dan dada lebih tinggi, leher agak ektensi.
|
3. Posisi ini
mempertahankan terbukanya jalan nafas dan memudahkan pernafasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma.
|
4. Lakukan
fisoterapi dada setiap 4 jam atau sesuai petunjuk.
|
4. Fisiotherapi
dada membantu menghilangjkan dan mengeluarkan mucus yang dapat menghambat
jalan nafas kecil.
|
5. Beri
bronkodilator sesuai petunjuk.
|
5. Walaupun
umumnya digunakan untuk menanggulangi spasme otot, bronkodilator efektif
mengobati edema bronkiolus.
|
6.
Lakukan
pengisapan lendir sesuai kebutuhan, yang bertujuan mengeluarkan secret.
|
6. Mengeluarkan
lendir akan membantu membersihkan bronkiolus sehingga meningkatkan pertukaran
gas
|
7. Beri obat
antivirus sesuai petunjuk.
|
7. Obat
anti-virus, seperti respiratory syncytial virus immune globulin
(respigam) digunakan untuk mengobati RSV, ribavirin ( virazole), juga
digunakan walaupun kemanjurannya diragukan.
|
8. Beri
istirahat yang adekuat dengan cara mengurangi kegaduhan dan pencahayaan,
serta beri kehangatan dan kenyamanan.
|
8. Memfasilitasi
istirahat yang cukup akan mengurangi kesukaran pernafasan yang disebabkan
oleh bronkiolitis.
|
9.
Kaji
frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak mengalami
gangguan pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan fisiotherapi dada, serta
informasikan kepada ahli terapi pernafasan.
|
9. Pengkajian
yang sering menjamin fungsi pernafasan yang adekuat.
|
10. Pantau
denyut apical anak ; jika anda mendeteksi adanya takikardia (berdasarkan pada
usia anak ), segera beri tahu dokter.
|
10. Takikardia
dapat disebabkan oleh hipoksia atau efek penggunaan bronkodilator.
|
Dx 2 :Resiko
kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan evaporasi cairan berlebihan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
anak akan mempertahankan keseimbangan cairan yang di tandai dengan haluaran
urin 1-2 mL/kg/jam serta turgor kulit baik.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Beri
cairan I.V, sesuai petunjuk.
|
1. Cairan via
I.V. digunakan untuk tujuan hidrasi sampai krisis teratasi.
|
2. Yakinkan
bahwa anak dapat beristirahat cukup.
|
2. Istirahat
memungkinkan frekuensi pernafasan anak kembali ke batas normal, dengan cara
mengurangi jumlah kehilangan cairan melalui ekshalasi.
|
3. Pantau
asupan dan haluaran cairan pada anak dengan cermat.
|
3. Melakukan
pemantauan yang teliti menjamin hidrasi adekuat. Jika haluaran urine
berkurang anak memerlukan penambahan caiaran.
|
4. Kaji tanda
– tanda dehidrasi, termasuk penurunan berat badan, pucat, turgor kulit jelek,
membrane mukosa kering, oliguria, dan peningkatan frekuensi nadi.
|
4. Tanda –
tanda ini menunjukkan bahwa anak tidak menerima cairan yang cukup.
|
5.
Tingkatkan
asupan cairan melalui mulut, bila serangan akut telah reda.
|
5. Cairan
membantu mengencerkan lendir.
|
Dx 3 : Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi.
Tujuan : Tidak terjadi hipertermia
Kriteria hasil : Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam anak akan mempertahankan suhu tubuh kurang dari
37,80C. (nilai suhu tubuh spesifik bergantung pada metode yang
digunakan untuk mengukurnya.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Pertahankan
lingkungan sejuk, dengan menggunakan piyama dan selimut yang tidak tebal,
serta pertahankan suhu ruangan antara 22o dan 24o
C.
|
1. Lingkungan
yang sejuk membantu menurunkan suhu tubuh dengan cara radiasi.
|
2. Beri
antipiretik sesuai petunjuk.
|
2. Antipiretik
seperti asetaminofen (Tylenol), efektif menurunkan demam.
|
3. Pantau
suhu tubuh anak setiap 1 - 2 jam, bila terjadi peningkatan secara tiba – tiba.
|
3. Peningkatan
suhu secara tiba – tiba akan mengakibatkan kejang.
|
4. Beri
antimikroba, jika disarankan.
|
4. Antimikroba
mungkin disarankan untuk mengobati organisme penyebab. Antibiotik biasanya
tidak disarankan untuk mengobati RSV.
|
5. Berikan
kompres dengan suhu 37oC pada anak untuk menurunkan demam.
|
5. Kompres
air hangat efektif mendinginkan tubuh melalui cara konduksi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
·
Staf pengajar ilmu kesehatan
anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Infomedika:Jakarta
·
Hidayat,A.Aziz Alimul.2011.Pengantar
Ilmu Kesehatan Anak.Salemba Medika:Jakarta
·
Kapita Selekta Kedokteran
·
Astuti, H Widya, Rahmat A
Saeful.2010.Asuhan Keperawatan Anak Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Trans
Infi Media:Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar